Rabu, 11 November 2015

Evaluasi Penanganan Demonstrasi, Ini Hasil Rakor Terbatas Tingkat Menteri
Ilustrasi (web)

Evaluasi Penanganan Demonstrasi, Ini Hasil Rakor Terbatas Tingkat Menteri

CIREBON, FOKUSJabar.com : Rapat Koordinasi (Rakor) Terbatas Tingkat Menteri telah digelar Pemerintah RI untuk membahas aksi unjuk rasa yang kini marak dilakukan para buruh di berbagai daerah.
Rakor Terbatas Tingkat Menteri terkait pembahasan evaluasi penanganan demonstrasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada Senin (09/11/2015) kemarin membawa hasil berupa :
Tugas baru untuk KAPOLRI :
A. Direncanakan akan ada aksi demonstrasi pada tanggal 18 – 20 November 2015, yang sebelumnya didahului dengan aksi pemanasan dengan puncaknya tanggal 20 November 2015 yang dilakukan dengan aksi mogok nasional untuk melumpuhkan sektor-sektor industri.
B. Apabila tidak dilakukan antisipasi sejak awal, maka demonstrasi dapat menjadi lebih besar. Oleh karena itu, mulai sekarang sudah harus bisa melakukan langkah-langkah antara lain:
– Penggalangan dan penggembosan dari pabrik ke pabrik dan di kawasan industri.
– Meyakinkan buruh agar tetap melakukan pekerjaan.
– Dari internal perusahaan dapat memisahkan mana Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) yang ikut mogok dan mana yang tetap bekerja.
– Khusus buruh yang mogok, maka akan ada upaya untuk mematikan mesin operasional perusahaan, dan hal ini merupakan perbuatan pidana. Oleh karena itu, harus dijelaskan kepada buruh tentang larangan perbuatan pidana ini karena dapat menganggu buruh yang ingin tetap bekerja.
– Jajaran Polsek, Polresta dan Polda harus dapat membagi habis kegiatan untuk upaya-upaya tersebut.
C. Jangan sampai ada upaya sweeping, apabila ada sweeping dan tidak segera ditindak, maka pada puncaknya tanggal 20 November 2015 akan ada sweeping lagi yang sifatnya massif sehingga aparat akan kewalahan. Oleh karena itu, antisipasi pengamanan dari sejak pagi sudah harus dilakukan mulai besok.
D. Demikian juga pada saat puncak demonstrasi tanggal 18-20 November 2015 juga harus disiapkan. Aparat keamanan tidak boleh lengah, sejak pagi harus sudah di plotting mulai dari pabrik di kawasan industri, dari wilayah Jakarta, Tangerang, Banten, Purwakarta, Sumedang, Cirebon, Bandung, Surabaya, Jawa Tengah (walaupuan lebih mudah diatur), Makasar, Medan, Batam, dan wilayah lain.
E. Perlu diantisipasi adanya aksi penutupan jalan tol, karena sudah ada rencana penutupan jalan tol, dan apabila terjadi penutupan tol dampaknya sangat luas. Harus ada jaminan dari para buruh yang akan melakukan mogok bahwa buruh tidak akan ada melakukan penutupan jalan tol.
2. Tugas MENAKERTRANS
A. Pasca penetapan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, SP/SB melakukan aksi demo dengan tujuan utama penolakan PP terutama terkait masalah formula penghitungan upah minimum, dengan tuntutan agar sistem penghitungan di daerah (Prov/Kab/Kota) tidak menggunakan formula tetapi tetap melalui Dewan Pengupahan.
B. SP/SB menginginkan upah minimum ditetapkan melalui pembahasan di Sidang Dewan Pengupahan, namun unutk hal ini sebenarnya sudah tidak cukup relevan dengan PP 78/2015, karena amanat PP 78/2015 adalah Gubernur dalam menetapkan upah minimum provinsi dilaksanakan dengan perhitungan upah minimum yang berdasarkan formula.
C. Kemenaker mendorong agar kebijakan penghitungan upah minum dilaksanakan secara lebih sederhana, adil, dan predicable sehingga dapat menguntungkan semua pihak. Tujuan utama dari PP 78/2015 adalah :
– Dari sisi pekerja : ada kepastian kenaikanupah setiap tahun dan untuk mencegah agar pekerja tidak terkena PHK.
– Melindungi calon tenaga kerja atau yang belum bekerja (pengangguran) agar bisa masuk ke pasar kerja.
– Melindung dunia usaha agar peerusahaan dapat lebih berkembang dan memperluas lapangan pekerjaan.
D. Serikat pekerja secara garis besar ada 2, yaitu : SP/SB di dalam perusahaan dan SP/SB di luar perusahaan. Pihak yang merasa terganggu dengan PP 78/2015 adalah SP/SB yang ada di luar perusahaan karena mereka kadangkala bermain sebagai pelindung SP/SB di dalam perusahaan, sehingga deal-deal politik sebenarnya ada di luar perusahaan. Dengan adanya PP ini maka ruang gerak SP/SB di luar perusahaan akan berkurang sedangkan SP/SB di dalam perusahaan justru akan terjamin.
E. Berdasarkan hasil monitoring Kemnaker terhadap penetapan Upah minimum Provinsi Tahun 2016 sampai dengan 8 November 2015, dari 34 Provinsi di Indonesia hanya 18 Provinsi yang telah menetapkan Upah Minimum Provinsi, dengan rincian:
1) 8 (delapan) Provinsi menetapkan UMP dengan mengacu kepada PP No: 78 Tahun 2015.
2) 9 (delapan) Provinsi menetapkan UMP berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan, dan
3) 1 (satu) Provinsi menetapkan UMP pada awalnya mengacu kepada PP No: 78 Tahun 2015, akan tetapi setelah dibahas dalam sidang dewan pengupahan angka hasil perhitungan UMP berdasarkan formula perhitungan upah minimum disepakati untuk ditambah, sehingga Gubernur menetapkan UMP tidak hasil perhitungan formula..
F. Realitas tersebut di atas menggambarkan, masih terdapat Gubernur yang tidak mematuhi pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015, khususnya dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2015. Sikap tersebut tentu menjadi preseden buruk dan kemungkinan akan dimanfaatkan SP/SB untuk menolak pemberlakuan formula perhitungan upah minimum dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang penetapannya sesuai amanat PP No. 78 Tahun 2015 ditetapkan sebelum tanggal 21 Novermber.
G. Perlu menjadi perhatian kita bersama bahwa SP/SB akan berkonsolidasi untuk merencanakan aksi demo/unjuk rasa yang masif di berbagai daerah untuk mempengaruhi agar Gubernur agar tidak menerapkan formula perhitungan upah minimum dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota. Kecenderungan tersebut dapat cermati dengan mengacu terhadap Penetapan Upah Minimum Provinsi Tahun 2016.
H. Kementerian Dalam Negeri diharapkan dapat melakukan pembinaan terhadap Gubernur yang tidak mematuhi pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015 dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi. Apabila kita tidak melakukan upaya terhadap hal tersebut, maka dikhatirkan Gubernur juga akan mengabaikan PP No. 78 Tahun 2015 dalam proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota.
I. Proses penyusunan PP dilakukan selama 12 tahun, dengan cara tripartit melibatkan perusahaan, pekerja dan Dewan Pengupahan melalui pertemuan informal, sehingga seluruh elemen buruh sudah terlibat tetapi seringkali pemahaman buruh bahwa terlibat dimaksudkan selalu terlibat dalam setiap pembahasan pasal per pasal padahal sebenarnya hanya substansi saja.
J. Kemenaker telah melakukan dialog sosialisasi PP dengan SP/SB di berbagai kawasan industri termasuk di tingkat daerah dan hingga saat ini masih terus berjalan, termasuk juga melalui media sosial.
K. Serikat pekerja di tingkat bawah telah terjadi penyesatan dalam rangka aksi unjuk rasa nasional dengan menyebarkan disinformasi, antara lain: upah hanya akan naik 5 tahun sekali; penghitungan upah dengan sistem formula hanya akan membuat kenaikan upah tidak lebih dari 10%; SP/SB tidak punya peranan. Padahal di dalam PP ini mengatur banyak hal yang sunguh luar biasa. Buruh belum bisa mengapresiasi PP karena sebagian besar buruh masih belum memahami pentingya PP ini.
L. Kemenaker terus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memetakan rencana SP/SB, dan sudah menyampaikan kepada para buruh bahwa tidak ada mogok nasional dan apabila mogok kerja maka harus berlokasi di pabrik dan tidak aksi di jalan karena itu merupakan hal yang merugikan.
M. Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat melakukan pembinaan terhadap Gubernur yang tidak mematuhi pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015 dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi. Apabila kita tidak melakukan upaya terhadap hal tersebut, maka dikhawatirkan Gubernur juga akan mengabaikan PP No. 78 Tahun 2015 dalam proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/ Kota sehingga muncul persepsi bahwa penetapan upah minimum dengan sistem formula merupakan batas bawah, hal ini rentan untuk dipolitisasi oleh para kepala daerah.
N. Untuk data BPS angkatan kerja per Agustus 2015 sekitar 122,38 juta jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 114,82 juta jiwa berstatus bekerja, pengangguran sebanyak 7,56 juta jiwa). Dari 114,82 juta jiwa yang bekerja di sektor industri sekitar 15,25 juta jiwa dan sisanya di berbagai sektor (pertanian, pariwisata, perdagangan, jasa, dll) sehingga sektor industri merupakan yang paling kecil dan yang terdaftar di SP sekitar 2,9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar