Rabu, 30 September 2015

Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)

Jabar Mulai Kebut Pembangunan 14 Tol

BANDUNG, FOKUSJabar.com: Secara bertahap, pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggenjot pembangunan 14 tol di Jawa Barat.
Persiapan, seperti pembebasan lahan pun sudah dilakukan sejak 2009 lalu dengan target maksimal penyelesaian fisik tahun 2023 mendatang.
‎Demikian diungkapkan Plt Sekda Jabar Iwa Karniwa di sela kunjungan kerja ke Jabar Selatan, Kamis (1/10/2015). Dengan tol tersebut, pihaknya berharap perekonomian Jawa Barat terus meningkat, begitupun dengan mobilitas penunjangnya akan semakin pesat.
Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)
Saat ini sejumlah tol di Jabar tengah dalam proses pembebasan lahan. Selain itu, ada juga beberapa tol yang tahap pembangunan fisik yang ditargetkan rampung tahun depan.
“Seperti Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja) ditargetkan selesai tahun depan, terlebih akan digunakan sebagai akses jalan menuju arena pembukaan dan penutupan PON XIX/2016, bahkan Cikopo-Palimanan (Cipali) sekarang sudah beroperasi,” kata Iwa.
Adapun 14 tol yang dalam proses pembebasan lahan maupun pembangunan fisik, yakni Soroja ‎sepanjang 10,57 kilometer. Soroja progresnya dari 2010 hingga 2018 dengan anggaran Rp2,3 trilyun, Bandung Intra Urban Tol Road (BIUTR) progres dari 2014 hingga 2020 dengan anggaran Rp8,28 trilyun, Cipali 116 km dengan anggaran Rp12,60 trilyun.
Selain itu ada Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sepanjang 60,1 kilometer dengan progres 2010 hingga 2017 dan anggaran Rp11,32 trilyun, Ciawi-Sukabumi dengan progres 2009 hingga 2020 dan anggaran Rp7,78 trilyun.
Kemudian Sukabumi-Cikarang direncanakan 2016 dan selesai 2021 dengan anggaran Rp5,86 trilyun untuk 28 kilometer, Ciranjang – Padalarang sepanjang 33 KM dimulai tahun 2018 ditargetkan rampung 2023 anggaran disiapkan Rp6,12 trilyun.
Cimanggis – Cibitung 25,9 KM dimulai tahun 2009 rampung 2019 dengan anggaran Rp5,80 km, Cikarang – Tanjung Priok sepanjang 34,5 KM mulai dibangun 2009 target selesai 2018 anggaran disiapkan Rp2,83 trilyun.
Kemudian tol Cileunyi-Nagreg-Tasikmalaya (Citas) sepanjang 70 KM mulai tahun 2015 hingga 2019 dengan anggaran Rp13 trilyun, setelah itu dilanjutkan Tasikmalaya-Ciamis-Banjar sepanjang 70 KM dimulai tahun 2017 rampung 2022 dengan anggaran Rp13 trilyun.
Pembangunan lainnya, yakni Banjar-Pangandaran sepanjang 80 KM mulai dibangun 2020 dengan anggaran Rp13 trilyun. Depok – Antasari dimulai tahun 2014 hingga 2017 dengan anggaran Rp21,54 trilyun, dan terakhir Bogor Ring Road mulai dibangun 2011 dan ditargetkan 2017 dengan anggaran Rp11 trilyun.
‎”Anggarannya sebagian besar oleh pemerintah pusat. Pemprov Jabar hanya diminta bantuan terkait di lapangan, termasuk hambatan yang terjadi,” terangnya.
Keempat terdakwa penipuan koperasi Cipaganti mendengarkan vonis. (Foto: Adi)
Keempat terdakwa penipuan koperasi Cipaganti mendengarkan vonis. (Foto: Adi)

Putusannya Multitafsir, Peradilan Cipaganti Dilaporkan

BANDUNG, FOKUSJabar.com : Vonis hukuman Majelis Hakim terhadap Bos Cipaganti Group Andianto Setiabudi atas perkara penipuan koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) mencapai Rp4,7 trilyun dengan 18 tahun penjara, dinilai tidak adil. Karenanya, putusan yang diketok palu pada Rabu (15/7) lalu itu, hingga saat ini terus berlanjut hingga masuk ke ranah Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Ketua tim penasehat hukum Jhon SE Panggabean mengatakan, sejak awal persidangan pihaknya menilai masalah yang menimpa kliennya itu masuk dalam ranah perdata namun masuk ke proses peradilan pidana.
“Kami hormati putusan hakim yang multitafsir itu. Tapi yang paling mengiris hati itu adalah putusan yang maksimal sesuai Undang – undang itu adalah 15 tahun. Kenapa ini malah diputus melebihi dari vonis maksimal,” ujar Jhon, Rabu (30/9/2015).
Selain itu, menurutnya, putusan itu tidak lepas dari Undang – undang yang disangkakan yakni Perbankan, bukannya  Undang – undang Koperasi sebagaimana kasus yang terjadi yakni terkait masalah koperasi.
Vonis itu, menurut Jhon, jauh lebih berat 3 tahun dibanding vonis maksimal. Sedangkan tiga terdakwa lainnya, divonis ‘wajar’ dan masih di bawah vonis maksimal.
“Bukan hanya vonis yang janggal. Tapi, penyataan hakim yang menyebutkan menolak pledoi seluruhnya tanpa menyebut satu kalimat pun, itu kami pertanyakan. Artinya, putusan hakim tak didasarkan dari berbagai pertimbangan yang objektif,” tutur Jhon.
Sebab itu, atas ketidakpuasan putusan tersebut, Jhon menyebut pihaknya mengajukan banding. Selain itu, Jhon menilai, sikap hakim yang memvonis melebihi dari hukum maksimal itu melanggar kode etik dan mesti dilaporkan.
Adanya laporan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, dilakukan berdasarkan Undang – undang RI Nomor 18/2011 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 22/2004 tentang Komisi Yudisial. Pada Pasal 13 huruf b dijelaskan, Komisi Yudisial bertugas untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pihaknya juga berpegangan pada Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/104 A/SK/XII/2006 tentang Pedoman Perilaku Hakim. Yang menjelaskan, terdapat ruang melaporkan hakim yang main-main terhadap putusan.
“Dua aturan ini memperbolehkan itu. Artinya, kita dapat melaporkan ke KY dan MA sebagai tempat bernaung para hakim dan lembaga pengawas hakim,” tukasnya.
Tiga Orang Petani Saat Panen Padi (foto : Husen)
Tiga Orang Petani Saat Panen Padi (foto : Husen)

Sekitar Rp50 Milyar Bantuan Anggaran untuk Pertanian Tidak Terserap

BANDUNG, FOKUSJabar.com: ‎Sekitar Rp50 milyar anggaran bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk para petani tidak terserap. Termasuk di dalamnya anggaran bantuan traktor untuk para petani yang tidak tersalurkan.
Kepala Dinas Petanian Jabar Diden Tresnadi mengakui bahwa anggaran ‎bantuan untuk para petani tahun 2015 memang tidak tersalurkan.
Hal itu menyusul diberlakukannya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Dalam UU itu Pemda hanya boleh menyalurkan dana bantuan sosial dan hibah kepada masyarakat yang memiliki lembaga berbadan hukum.
Artinya, para petani yang memiliki lembaga berbadan hukum saja yang bisa menerima bantuan tersebut.
“Masalahnya, petani dan gabungan kelompok tani di Jabar, rata-rata tidak memiliki lembaga berbadan hukum. Bahkan hampir 90 persen tidak berlembaga hukum. Kondisi itu pun membuat anggaran bantuan tidak tersalurkan,” kata Diden, Rabu (30/9/2015).
Adapun anggaran sekitar Rp50 milyar yang tidak tersalurkan kepada para petani, yakni anggaran bantuan sebanyak 1048 traktor senilai Rp23 milyar, bantuan jaringan irigasi Rp9 milyar, bantuan pencetakan sawah baru Rp9 milyar dan lainnya.

“Totalnya sekitar Rp 50 miliar yang tidak tersalurkan dan itu sudah di kembalikan ke pemerintah,” tegasnya.
Menurut dia, kondisi itu akan sangat memengaruhi produksi pertanian dan diprediksi mengalami penurunan.
Tahun 2014, produksi pertanian mencapai 11,64 juta ton. Kendati begitu, pihaknya berharap minimal mendapat jumlah yang sama untuk tahun 2015.
Sepertihalnya dengan traktor, para petani selama ini masih banyak yang tidak memiliki traktor dan akan mengerjakan dengan cara manual. Tentunya itu akan memperlambat.
“Ke depan kita upayakan alokasikan pengadaan traktor melalui belanja modal. Jadi sistemnya pinjam pakai,” terang Diden.
Selain diberikan pinjaman traktor, para petani pun akan mendapatkan pendampingan. Hal itu dilakukan demi mendorong produksi pertanian.
Melonggarkan Aturan Penjualan Minuman Keras dapat Merusak Moral
Ilustrasi (web)

Melonggarkan Aturan Penjualan Minuman Keras dapat Merusak Moral

BANDUNG, FOKUSJabar.com: Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI untuk merealisasikan aturan terkait penjualan minuman keras (miras) di Kabupaten/Kota, dikhawatirkan bisa merusak moral masyarakat di Indonesia.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung salah satu yang menolak rencana Kemendag tersebut.
Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Agus Welianto Santoso mengatakan, “Secara prosuder undang-undang itu tidak bisa diserahkan kepada daerah, karena membuat suatu Perda rujukanya harus terhadap undang-undang.”
Adapun perda-perda yang ada, Agus menilai, bahwa tiap daerah ada peraturan daerah tetapi tetap rujukanya Undang-Undang.
Agus menjelaskan bahwa di Bali sudah diberlakukan bahkan lebih ketat aturannya, karena di Bali banyak pintu masuk seperti Pelabuhan dsb.
Seperti diketahui, paket kebijakan ekonomi dikeluarkan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikeluarkan 9 September lalu. Kementrian Perdagangan akan merelaksasi atau melonggarkan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
Pilkada

MK Sahkan Pilkada Calon Tunggal, Akademisi: Citra Parpol Tersudutkan

BANDUNG, FOKUSJabar.com : Disahkannya Undang Undang nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Wali Kota dan Bupati yang memperbolehkan Pilkada Serentak tetap diselenggarakan meski dengan calon tunggal, berdampak Partai Politik tersudutkan.
Pakar Hukum Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menilai, kinerja Partai Politik akan tersudutkan karena dalam mendistribusikan kadernya kurang optimal.
“Jika terjadinya calon tunggal, Mereka (Parpol) akan tersudutkan karena dalam mendistribusikan kader untuk menjadi calon pilkada dan mengawal dalam pelaksanaannya hingga lulus syarat, kurang optimal,” ujar Asep, Rabu (30/9/2015).
Selain tersudutkan, menurut Asep kinerja Parpol dalam menyikapi Pilkada serentak dipertanyakan. Pasalnya, semangat mendinamiskan hajatan demokrasi Pilkada Serentak.
“Itu akan dipertanyakan. Bagaimana semangatnya untuk berlaga dalam Pilkada Serentak,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Baca juga:
Dalam putusannya, MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015. Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis.
Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)

Pemkab Menolak Rencana Kemendag Terkait Penjualan Minuman Keras

KAB.BANDUNG, FOKUSjabar.com : Pemerintah Kabupaten Bandung menolak rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI untuk merealisasikan aturan terkait penjualan minuman keras (miras) di Kabupaten/Kota, karena dikhawatirkan bisa merusak moral masyarakat di Indonesia. Hal ini disampaikan Bupati Bandung, H. Dadang M. Naser.
“Untuk sementara kami masih tetap  berpegang teguh menciptakan suasana kondusif salah satunya dengan memberantas penjualan miras termasuk di kawasan wisata.” ujar Dadang, Rabu (30/9/15).
Dadang pun menilai, jika miras dijual secara bebas, tentunya akan menimbulkan kekhawatiran, khususnya oleh pihak yang memang mengonsumsi miras atau hanya sekedar mencoba. Oleh karenanya, pihaknya akan tetap mengatur penjualan miras sekalipun di kawasan wisata.
“Kalau dijual bebas seperti di kawasan Rancabali dan Ciwidey yang sangat dekat dengan tempat wisata tentu tidak bisa, kalau pun mau ada perubahan harus ada batas toleransi yang jelas. Kalau untuk hotel bintang empat dan lima kami bisa pahami.” ucapnya
Dadang pun berharap, khususnya untuk warga Kabupaten Bandung pastinya masyarakat menginginkan daerahnya tetap jauh dari segala macam penyebab penyakit masyarakat, khususnya miras. Karena mayoritas kita adalah muslim.
“Pengaturan dan pengetatan penjualan miras dimaksudkan dalam rangka menciptakan suasana daerah agar tetap kondusif,” katanya.
Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada 9 September lalu, Kemendag akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
Setidaknya ada sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yaitu shandy, minuman ringan beralkohol, bir, lager, ale, bir hitam atau stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi, dan anggur brem Bali.
Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)

Mau Kampanye, Polisi Harus Dikasih Tahu

KAB.BANDUNG, FOKUSjabar.com: Kapolres Bandung Erwin Setiawan meminta, seluruh tim sukses Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung Jawa Barat segera membuat pemberitahuan terkait kegiatan kampanye yang dilakukan. Karena sudah banyak laporan yang diterima polsek terkait adanya kegiatan kampanye.‎
“Padahal kegiatan kampanye sudah banyak di lapangan dan kami pun menerima laporan dari Polsek bahwa di wilayahnya ada kegiatan kampanye,” ungkap Erwin,Selasa (29/9/15).
Erwin menuturkan, sejauh ini Polres Bandung sudah menerima dua Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) kegiatan kampanye dari tim pasangan calon (paslon). Dirinya pun menegaskan kepada tim paslon bahwa pemberitahuan tersebut sifatnya penting karena merupakan salah satu amanat undang-undang.

“Jadi itu (STTP) bukan kemauan Polres Bandung melainkan amanat undang-undang,” tuturnya
Erwin berharap, pihak Polres Bandung bisa bekerjasama soal pemberitahuan kegiatan kampanye ini kepada pasangan calon. Karena jika tidak ada STTP, pihaknya bisa membubarkan kegiatan yang ada.
“Itu merupakan amanat undang-undang yang harus kita patuhi dengan sanksi dibubarkan. Kalau terjadi apa-apa dan tidak ada STTP bisa saja kita bubarkan,” tegas Erwin.
Ilustrasi (web)
Ilustrasi (web)

Kasus SPPD Cimahi Itu Perjalanan Fiktif, Gaan…!

BANDUNG, FOKUSJabar.com : Ketua Majelis Hakim Tipikor Marudut Bakara menilai, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap penggunaan dana perjalanan dinas DPRD Kota Cimahi tahun anggaran 2010 – 2011 dengan sebutan kelebihan bayar, jangan salah diartikan. Menurutnya kasus SPPD Cimahi ini merupakan perjalanan fiktif.
“Itu bukan kelebihan bayar. Tapi perjalanan fiktif, orang menerima dana perjalanan dinas tapi tidak berangkat,” ujar Barita di Pengadilan Negeri Tipikor jalan LLRE Martadinata Bandung, Jawa Barat, Senin (28/9/2015).
Dengan demikian berdasar hasil pemeriksaan BPK adanya kelebihan bayar hingga Rp2 milyar, dengan dikembalikan, bukan jaminan temuan tersebut terselesaikan.
Temuan yang berlanjut pada proses peradilan ini menyeret beberapa orang PNS Setda DPRD Kota Cimahi yaitu Eurlis Eka Fitriana, Nana Supriatna, Ucu Kuswandi dan Edi Djunaedi yang kini sudah dipenjarakan.
Kasus SPPD fiktif ini juga turut menyeret mantan Ketua DPRD Kota Cimahi sekaligus Bupati Sumedang non aktif Ade Irawan yang saat ini menjalani proses persidangan. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1,8 milyar.
Marudut menambahkan, selain masalah penerimaan dan tidak berangkatnya para anggota dewan, penyalahgunaan wewenang yaitu adanya penunjukan travel yang seharusnya menempuh tahap lelang.
“Kalau masalah itu (perjalanan dinas) itu sudah tugasnya setwan dan bukan kewenangan dewan. Ini kok masalah travel saja dibahas sampai ke bamus (badan musyarawah),” tukasnya.
Yanyan Herdian, perwakilan Guru Madrasah Jawa Barat (Foto: Budi)
Yanyan Herdian, perwakilan Guru Madrasah Jawa Barat (Foto: Budi)

Kalau BOS Gak Juga Cair, Kemenag Bakal Diontrog

BANDUNG,FOKUSJabar.com: Perwakilan Guru Madrasah se – Jawa Barat Yanyan Herdian menegaskan, jika tuntutan para guru madrasah tidak segera direalisasikan, seluruh guru madrasah akan mendatangi Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia. Tuntutan tersebut yakni segera dilakukan pencairan dana BOS (bantuan operasional sekolah) dan tunjangan profesi guru.
Demikian ditegaskan Yanyan kepada wartawan di Gedung Indonesia Menggugat Jalan Perintis Kemerdekaan, Senin (28/9/2015).
“Pihak sekolah, dalam hal ini yayasan telah banyak yang menyatakan angkat tangan karena sudah tidak sanggup lagi menalangi biaya sehari – hari sekolah yang dinaunginya. Bahkan di beberapa daerah telah ada sekolah yang tutup,” ucapnya.
Yanyan menjelaskan, seharusnya setiap triwulan setiap siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) memperoleh Rp200 ribu, siswa Mts Rp231 ribu, dan siswa MA Rp275 ribu. Semuanya digunakan. Untuk biaya operasional dan membayar tenaga honorer.
“Namun dengan tersendatnya pencairan BOS ini, banyak guru honorer yang juga tidak mendapatkan honorariumnya selama sembilan bulan terakhir,” katanya.
Menurut Yanyan, kondidi tersebut diperparah oleh fakta bahwa tunjangan profesi bagi guru madrasah yang telah disertifiksi pun turut dihentikan pencairannya dengan alasan yang sama.
“Karenanya, banyak guru honorer madrasah yang terpaksa meninggalkan sekolah demi mencari pendapatan yang bisa menopang penghidupan keluarga. Ha ini jelas sangat merugikan siswa,” tukasnya.
Dosen STAI Tasikmalaya, Taofik Rohman (Foto : Nanang Yudi)
Dosen STAI Tasikmalaya, Taofik Rohman (Foto : Nanang Yudi)

PKPU dan Putusan MK Sarat Kepentingan

TASIKMALAYA, FOKUSJabar.com : PKPU dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berisi bahwa Pilkada Kabupaten Tasikmalaya digelar 9 Desember 2015,  dinilai sarat kepentingan pengusa. Apalagi  sebelumnya KPU sudah memutuskan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya diundur pada tahun 2017.
Demikian dikatakan Akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tasikmalaya, Taofik Rohman, Selasa (29/9/2015. Menurutnya perubahan aturan tersebut  tidak konsisten terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
“PKPU dan putusan MK seperti ada permainan elit politik dan kesannya sarat kepentingan penguasa. Ini menandakan bahwa aturan yang dibuat tidak demokratis serta gak aspiratif,” ungkap Taofik Rohman.
Taofik mempertanyakan kenapa penentuan pasangan calon Bupati dalam Pilkada harus ditentukan pihak DPP, hal tersebut menurutnya sesungguhnya telah menodai subtansi demokrasi.
“Jadi keputusan MK sepertinya sarat kepentingan penguasa, sementara KPU pun sebagai penyelenggara tidak bisa serta merta mencairkan anggaran dikarenakan perubahan anggaran sudah diketuk di DPRD dan harus mendapatkan persetujuan pimpinan dewan,” tegasnya.
Keputusan MK, kata Taofik sepertinya hanya menimbulkan permasalahan baru di masyarakat khususnya Kabupaten Tasikmalaya. Karena dengan waktu yang sempit tidak mungkin bisa serta merta dilaksanakan terlebih dalam mencairkan anggaran penyelenggara Pemilukada.